Langsung ke konten utama

Serupa Aku

Aku adalah serupa aku. Aku titahan sang bumi tuk menjalani lakon-lakon. Aku diberi pilihan, menjadi aku atau bukan aku. Tapi kutanya, memangnya AKU seperti apa? Sebab menjadi yang BUKAN AKU lebih mudah, kulakukan. Hingga aku lupa dengan aku yang sebenarnya. - Shofi MI

Di Balik Tawa dan Rasa: Kisah Dari Hanggia (9)


Aku hampir tertidur, tapi ponselku berdering. Ternyata Abimana meneleponku, dia meminta maaf karena merasa tidak enak. Dia tidak ingin aku berpikiran bahwa dia memprioritaskan Gantari dibanding aku, padahal aku tidak berpikiran seperti itu. Abimana berjanji akan menjemputku besok pagi untuk berangkat sekolah bersama, dan aku mengiyakannya.

Sementara orang yang berjanji akan menghubungiku malam ini, tidak kunjung ada menghubungi.

"Belum berangkat Gi?"

"Belum Bu."

"Mau bareng sama Ibu?"

"Enggak, Abimana mau jemput aku."

Mendengar suara motor yang datang, lantas aku berpamitan kepada ibu dan segera berlari ke luar rumah.

"Lho? Abimanyu?"

"Hai."

"Ya, hai. Kakakmu mana?"

"Gi, kakakku udah berangkat tadi, pagi banget. Dia bilang sama aku suruh jemput kamu, takut kamu kesiangan karena nungguin dia."

"Kok bisa?"

"Katanya, tadi malam Gantari mendadak ada tugas kuliah, harus selesai pagi ini, kakakku antar dia ke kampusnya dan nyari warung fotokopian yang udah buka jam segini, Gi."

Aku terdiam mendengar penjelasan dari Abimanyu tentang kakaknya. Pantas saja tadi aku tidak melihat Gantari di dalam rumah, kukira dia belum bangun, ternyata sudah berangkat bersama Abimana. Kenapa Gantari harus melibatkan Abimana dalam urusannya? Bahkan sepagi ini, aku tidak ingin Abimana datang terlambat dan kelelahan ketika sampai di sekolah, dia tidak akan fokus belajar.

"Gi?"

"Hmm?"

"Enggak mau berangkat? Nanti kita telat."

"Oh iya!"

Sepanjang perjalanan aku berusaha mengeyahkan pikiran tentang Abimana dan Gantari. Sejak tadi aku mencemaskan Abimana, tapi, sudahlah biarkan saja, anggap saja sebagai risikonya, karena dia mau dekat dengan Gantari yang menurutku selalu merepotkan.

"Bim?"

"Ya, Gi?"

"Katanya tadi malam mau hubungi aku, tapi enggak ada."

"Aku lupa Gi. Datang dari rumahmu, aku ketiduran sampai jam dua malam. Pas bangun langsung kerjain tugas sampai subuh."

"Enggak ada yang bangunin?"

"Kata ayah udah dibangunin berapa kali, akunya aja yang susah dibangunin, memang iya sih, aku susah bangun kalau tidur."

"Wah? Hahaha! Sama dong."

"Iya Gi?"

"Iya, kata ibuku, aku susah dibangunin kalau tidur. Tapi bagi aku, mendingan susah bangun, daripada susah tidur."

Abimanyu tertawa. "Kamu bener, Gi. Aku enggak kepikiran sampai sana, pikiranmu unik."

Laju motor melambat saat obrolan aneh di antara kami saling terhubung. Tidak terasa gerbang sekolah mulai nampak dari kejauhan. Abimanyu mempercepat laju motornya karena waktu sudah hampir menunjukkan jam masuk.

"Pagi, Pak. Maaf saya terlambat."

Aku memandangi Abimana yang berdiri di ambang pintu. Firasatku benar, dia datang terlambat karena berurusan dengan Gantari sebelum berangkat. Tiba-tiba perhatianku teralihkan oleh pesan yang masuk ke ponselku.

"Gi, kakakku udah datang?"

"Dia lagi bicara sama guru, karena datang terlambat," balasku.

"Oh iya, makasih Gi."

"Sama-sama."

"Aku udah hubungi kamu, ya. Maaf telat, enggak sesuai janji kemarin."

"Ya, aku maafin, Bim."

Abimanyu tidak satu kelas denganku dan Abimana, awalnya mereka akan disatukan dalam satu kelas oleh pihak sekolah, tetapi Abimana dan Abimanyu menolak, entah karena apa alasannya.

Abimana dipersilakan duduk oleh guru. Dia memasang wajah lesu ketika duduk di bangkunya. Abimana menyadari bahwa sedari tadi aku memerhatikannya, dia memberi isyarat dengan menangkupkan kedua tangannya dan membuka mulut seakan berkata, "Maaf Gi, tadi aku enggak jadi jemput kamu." Sementara aku tidak merespon dan mengalihkan pandangan ke papan tulis.

"Gi, nanti pulang, mau kuantar?" 

Pesan yang masuk dari Abimanyu membuatku cengar-cengir.

"Hanggia! Tolong perhatikan ke depan!"

"I-iya Pak, maaf."

***

Hore, udah di part 9. Lanjut di part 10 selanjutnya yuk? Biar tamat, hehe. Lesgoowww!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Serupa Aku

Aku adalah serupa aku. Aku titahan sang bumi tuk menjalani lakon-lakon. Aku diberi pilihan, menjadi aku atau bukan aku. Tapi kutanya, memangnya AKU seperti apa? Sebab menjadi yang BUKAN AKU lebih mudah, kulakukan. Hingga aku lupa dengan aku yang sebenarnya. - Shofi MI

Pernikahan Antara "Pikiran dan Perasaan" Saya di Wattpad

Di bulan Desember tahun 2017 yang lalu pikiran dan perasaan saya telah menikah, otak dan hati saya meminta restu kepada diri saya sendiri bahwa mereka akan mulai "hidup bersama", meskipun terkadang mereka selalu bertentangan, tidak sejalan, dan banyak ributnya. Tanpa ada pertimbangan saya merestui otak dan hati saya untuk menikah, ya, akhirnya di akhir tahun 2017 pikiran dan perasaan saya memberanikan diri untuk menikah, dan mereka memilih Wattpad sebagai rumah pertama. Saya menulis tulisan ini di penghujung tahun 2020, tahun yang beberapa tahun ke depan akan saya kenang sebagai tahun yang penuh haha-hihi dan kepusingan diri. Penghujung tahun? Ya, di penghujung tahun ini pasangan pikiran dan perasaan saya telah menjalani pernikahan selama tiga tahun. Di tahun ketiga pernikahan mereka telah memiliki lima anak. Mau saya sebutin satu per satu dari mereka? Nggak cuma namanya yang bakalan saya sebutin, karakter dan alasan mereka hadir juga akan saya omongin  deh. Selamat mengenal ...

Di Balik Tawa dan Rasa: Kisah Dari Hanggia (10 - SELESAI)

Abimana mengadang langkahku yang akan berjalan ke luar kelas. Dia tersenyum lebar di hadapanku yang sedang malas menatapnya. "Gi, mau tau enggak?" "Apa?" "Aku, pacaran sama Gantari." "Iya?" "Iya, Gi. Enggak percaya?" "Enggak." Abimana menatapku, sementara aku berusaha agar tidak menunjukkan rasa kecewa. Aku sengaja menyangkal dengan berkata tidak memercayainya, padahal aku tahu di dunia ini tidak ada yang mustahil, apalagi Abimana dan Gantari terlihat saling menyukai. "Gi, mau ke mana?" "Perpus." Kali ini Abimana tidak menghalangi langkahku. Aku berjalan sendirian ke perpustakaan, padahal sebelumnya aku berniat untuk pergi ke kantin. Tapi, sepertinya aku membutuhkan ketenangan. "Gi?" "Abimanyu, kok ada di sini?" "Mau pinjem buku. Kamu juga?" "Enggak, mau duduk aja di sana." Abimanyu mengangguk, pandangan matanya mengikuti arah jari telunjukku. "Mau ak...