Aku adalah serupa aku. Aku titahan sang bumi tuk menjalani lakon-lakon. Aku diberi pilihan, menjadi aku atau bukan aku. Tapi kutanya, memangnya AKU seperti apa? Sebab menjadi yang BUKAN AKU lebih mudah, kulakukan. Hingga aku lupa dengan aku yang sebenarnya. - Shofi MI
Cuaca hari ini cukup mendung, menurut info ramalan cuaca, nanti sore akan turun hujan. Aku akan menebeng kepada Abimana lagi jika nanti turun hujan. Kabar baik, semenjak kami kehujanan hari lalu, Abimana selalu membawa dua jas hujan, katanya satu untukku dan satu untuknya.
"Gi!"
"Apa Bim?"
"Gantari baik, ya."
"Iya."
"Kamu penasaran, kan? Kenapa aku bisa deket sama dia?"
"Ya, kenapa?"
"Jaman sekarang udah canggih, Gi. Aku stalking Gantari, berhasil tukeran nomor."
"Segitunya?"
"Ini namanya perjuangan, Gi."
"Mudah banget perjuangannya, cuma stalking, langsung tukeran nomor."
"Dia enggak meragukan aku, karena dia tau aku sahabat kamu dan sering datang ke rumahmu."
"Ya, ya, bagus deh."
Sepanjang kaki kami melangkah menuju kelas, sikap Abimana tidak seperti biasanya, dia lebih ceria dibanding sebelum-sebelumnya. Ya, aku tahu meskipun ini menyakitkan, alasan kebahagiaan Abimana hari ini adalah Gantari, perempuan yang sedang dia sukai.
Ramalan cuaca benar terjadi, langit sudah mendung, pertanda sebentar lagi akan turun hujan. Aku melihat Abimana dan Abimanyu sedang berjalan ke parkiran sekolah, karena takut ketinggalan, aku menyusul Abimana.
"Bim!"
"Apa Gi?"
"Pulangnya bareng, dong."
"Gimana ya? Gi, aku udah janji sama Gantari, mau jemput dia di kampusnya sekarang."
"Hah?"
"Iya, Gi, maaf banget ya, kali ini aja."
Aku menatap Abimana dengan perasaan kecewa. Sementara Abimana memasang raut wajah tidak enak.
"Pulang bareng aku aja, gimana?"
"Nah! Bener, daripada nanti kamu kehujanan pas turun dari angkot. Mending sama Abimanyu," ucap Abimana.
"Enggak apa-apa deh, aku naik angkot aja, makasih, ya."
Aku berbalik badan meninggalkan mereka berdua, tapi Abimana mengejarku dan menghalangi langkahku.
"Sama adikku aja, Gi."
"Enggak mau."
"Kenapa?"
"Ya, aku enggak mau."
"Sebentar lagi hujan Gi, ayolah, adikku nungguin kamu."
"Aku enggak mau, Bim."
"Kenapa? Kamu enggak boleh gitu, dia saudaraku, Gi. Ayolah, kalian juga harus saling kenal, kan?"
Aku menyerah dan menuruti permintaan Abimana. Kami berjalan ke parkiran lagi, menghampiri Abimanyu yang memang sedang menungguku.
"Antar sampai rumahnya, ya," ucap Abimana kepada Abimanyu.
"Iya, tenang aja, Kak."
"Ini jas hujanku, kamu bawa, kalau nanti hujan, berhenti dulu, pakai jas hujannya, jangan sampai Hanggia kehujanan, ok?"
Abimanyu mengangguk sambil tersenyum. Dia memang lebih kalem dibanding Abimana, dan sepertinya ia penurut.
Ramalan cuaca ternyata salah, selama perjalanan pulang dan setibanya di rumahku sama sekali tidak turun hujan. Abimanyu mengantarku sampai di depan rumah, kutawari untuk mampir, tetapi ia menolak.
"Ibu?"
Aku melihat ibu keluar dari dalam rumah, mungkin ia pulang lebih awal dari kantornya, tidak bekerja lembur.
"Abimana? Tumben enggak mampir dulu."
"Saya Abimanyu, Bu."
"Oh, Ibu kira Abimana, maaf ya, habisnya mirip banget. Mampir dulu, ayolah."
"Enggak apa-apa, Bu, saya langsung pulang aja."
"Dilarang nolak Ibu, ayo mampir dulu, Ibu pengin kenalan sama kamu. Masa, kakakmu aja sering mampir ke sini, kamu enggak?"
Abimanyu melirikku. Aku mengangguk agar ia menuruti permintaan ibu untuk sekadar mampir.
"Gi, buatkan teh hangat, ya."
"Jangan repot-repot, Bu."
"Enggak merepotkan, duduk dulu."
Sementara ibu berkenalan dengan Abimanyu, aku pergi ke dapur untuk membuatkan teh hangat. Melihat gula yang penuh dalam toples, lantas aku mengambil sendok untuk menambahkan sedikit gula ke dalam teh. Tapi, ini bukan Abimana, pikirku.
"Diminum teh nya."
"Iya, makasih, Gi."
Ibu pergi ke dalam rumah, seakan memberikan ruang kepadaku untuk mengobrol dengan Abimanyu.
"Kamu, suka teh tawar?" tanyaku.
"Suka."
"Enggak seperti Abimana, ya?"
"Iya, dia dari kecil memang suka makanan dan minuman yang manis, enggak tau kenapa," jelas Abimanyu sambil menyeruput teh hangat untuk yang kedua kalinya.
"Kalau kamu?"
"Aku enggak terlalu suka yang manis. Jadi, teh tawar bisa jadi alternatif lain ketika aku lagi enggak mau minum air putih."
Abimanyu tertawa, aku juga.
"Padahal, tadi aku hampir mau tambahin gula," ucapku.
"Oh ya? Berarti feeling kamu bagus dong."
"Lumayan."
"Makasih ya, Gi. Tapi, kalau kamu tambahin gula juga bakalan tetep aku minum."
"Kenapa? Kamu kan, enggak suka."
"Enggak suka, bukan berarti enggak menghargai orang lain, kan?"
Abimanyu tersenyum, dan aku mengangguk menyetujui ucapannya. Benar, Abimanyu lebih kalem dibanding Abimana, dan tatapan matanya lebih teduh.
"Bim..."
"Ya, Gi?"
"Makasih ya, udah antar aku pulang."
"Sama-sama, makasih juga."
"Untuk?"
"Teh tawarnya."
Aku dan Abimanyu tertawa bersamaan. Meskipun dia amat kalem, tapi tidak membuat lawan bicaranya merasa canggung. Dan, dia juga bisa membuatku tertawa, ternyata.
"Nanti kalau kakakku enggak bisa bareng kamu, kamu bisa sama aku kok, enggak perlu sungkan, Gi."
"Iya Bim."
"Oh ya, kamu udah punya nomorku?"
"Belum. Emangnya kenapa?"
"Nanti aku hubungi. Sekarang baterai ponselku habis. Biar nanti kalau mau pulang atau berangkat bareng, kamu bisa hubungi aku."
"Udah punya nomorku?"
"Belum, nanti minta ke kakakku."
Aku bangkit dari sofa dan pergi ke kamar. Kuambil kertas dan kutulis nomor ponselku. Aku kembali ke ruang tamu dan mendapati wajah Abimanyu yang kebingungan.
"Ini nomorku, jangan minta ke kakakmu."
Abimanyu tertawa dan mengangguk. Dia mengambil kertas dariku.
"Makasih, nanti aku hubungi."
"Ya."
"Gi, boleh panggil ibumu?"
"Kenapa?"
"Aku mau pamit pulang, udah sore."
"Tunggu ya."
Aku berjalan ke dalam rumah, mencari ibu ke kamarnya, tidak ada, mencari ke dapur, tidak ada juga, ternyata ibu ada di halaman belakang sedang menyiram tanaman.
"Bu?"
"Iya, sayang, kenapa?"
"Abimanyu mau pamit pulang, udah sore."
Ibu tersenyum dan berjalan cepat untuk menemui laki-laki itu. Setelah berpamitan kepada ibu dan aku, Abimanyu langsung pergi dengan menumpangi motornya. Sebelum berlalu meninggalkan halaman rumahku, dia berkata lagi akan menghubungiku nanti lewat telepon.
***
Lanjut part 9 yuk? Sebentar lagi tamat nih, semangat!
Komentar
Posting Komentar