Balas demi balas kukirimkan bersama keraguan. Pikiran minta menyudahi, namun hati bergerak sendiri. Berulang kali kuminta untuk kau sudahi, supaya kau yang selama ini membingungkan diri tidak terbawa perasaan lagi oleh dia yang kau anggap segalanya.
Memang benar, tegas terhadap diri sendiri lebih sulit, meminta kepada diri sendiri lebih susah untuk dilakukan. Apalagi jika hal yang menyangkut dengan cinta dan perasaan. Seakan orang yang ingin menyuruh kau berhenti dari segala rasa sakit bukan lagi terdengar seperti dukungan, tapi kau anggap sebagai cara tuk memisahkan.
"Aku harus gimana lagi ya?" tanyamu dengan tatap penuh harap, berharap aku memberi solusi dan pengampunan terhadap dia yang selalu menyakiti dirimu berulang kali.
"Ya, mau gimana lagi? Semuanya udah jelas kan? Dia sering nyakitin kamu."
Entah hatimu dilapisi selimut setebal apa sampai sikap dinginnya dia kepadamu tidak lagi terasa, dan malah kau anggap biasa.
Di saat kubela hatimu agar tetap utuh, tapi di saat yang bersamaan kau patahkan hatimu dengan sengaja. Lalu kau memintaku untuk mendengarkan, untuk apa?
Kita seringkali tidak sadar diri bahwa apa yang dianggap mampu membahagiakan, ternyata semakin kuat untuk memberi rasa sakit. Kita seringkali memanjakan hati dengan alasan bahwa cinta memang harus diperjuangkan, namun ternyata tidak semua cinta yang diperjuangkan akan berujung menjadi sepasang.
("Kita Sering Tidak Sadar Diri", Shofi MI)
Komentar
Posting Komentar