Langsung ke konten utama

Serupa Aku

Aku adalah serupa aku. Aku titahan sang bumi tuk menjalani lakon-lakon. Aku diberi pilihan, menjadi aku atau bukan aku. Tapi kutanya, memangnya AKU seperti apa? Sebab menjadi yang BUKAN AKU lebih mudah, kulakukan. Hingga aku lupa dengan aku yang sebenarnya. - Shofi MI

Sama-sama Tidak Tahu Diri - Senandika

Rintihan dari sanubari meminta untuk berhenti, mengejar apa yang selama ini kumau, menunggu apa yang selama ini kudamba, menanti apa yang memang takkan pernah kembali. Tapi ternyata, kita memang sama-sama tidak tahu diri.

Kupandangi dua gelas tanpa isi cairan apa pun. Keduanya sangat berani di depanku. Bahkan mengalahkan keberanianku untuk sekadar mengakui perasaan yang kupunya. Mereka berdua berpasangan, seperti mengejek kehadiranku yang hanya seorang diri duduk di sini.

Tiap embusan napas yang membaur ke udara menandakan bahwa sudah ratusan kali jarum jam berdetak sejak aku datang ke tempat ini. Aku sudah lama menunggu kedatangan seseorang yang berjanji akan tiba hanya dalam waktu sepuluh menit sejak dia menelepon secara tiba-tiba. 

"Kita bisa ketemu sekarang nggak?"

Meski mata mengantuk, kepala berat dan minta ditidurkan, pikiran sudah lelah karena bekerja seharian, tetapi ketika seorang yang dicintai mampir menghubungi, energi yang sempat hilang kembali bermunculan. Seakan kabar darinya serupa nyawa terakhir yang dimiliki pada saat bermain game

Tubuh sudah meminta untuk beristirahat. Pikiran sudah memelototiku agar tidak menuruti keinginanmu. Namun hati rupanya sedang lapar, dia membutuhkan asupan yang membahagiakan, dan inilah saatnya hati yang kupunya kembali merasa kenyang dengan debaran-debaran cinta yang mengharukan.

"Aduh sorry banget, kita nggak jadi ketemu ya, ternyata dia bisa diajak jalan nih, kita ketemu lain kali aja ya," tulisnya diakhiri dengan emoticon tertawa namun berderai air mata. Maksudnya apa? Kau tertawa bahagia karena dia bisa menemanimu dan menangis karena menyesal telah mengajakku bertemu? Sudahlah, alasan apa pun sepertinya tidak bisa diterima oleh seseorang yang selalu kalah sepertiku.

Nyatanya memang benar, kita sama-sama tidak tahu diri. Aku tidak tahu diri karena tetap saja menyimpan harap, dan kau tidak tahu diri karena mengabaikan orang yang kau beri harap.

("Sama-sama Tidak Tahu Diri", Shofi MI)


Komentar

  1. 🤩🤩🤩🤩🤩

    BalasHapus
  2. suka aja kalo baca sesuatu yang makna nya bisa ketemu pas udah dibaca berulang kali, kaya teka teki jadi seru😂

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Di Balik Tawa dan Rasa: Kisah Dari Hanggia (10 - SELESAI)

Abimana mengadang langkahku yang akan berjalan ke luar kelas. Dia tersenyum lebar di hadapanku yang sedang malas menatapnya. "Gi, mau tau enggak?" "Apa?" "Aku, pacaran sama Gantari." "Iya?" "Iya, Gi. Enggak percaya?" "Enggak." Abimana menatapku, sementara aku berusaha agar tidak menunjukkan rasa kecewa. Aku sengaja menyangkal dengan berkata tidak memercayainya, padahal aku tahu di dunia ini tidak ada yang mustahil, apalagi Abimana dan Gantari terlihat saling menyukai. "Gi, mau ke mana?" "Perpus." Kali ini Abimana tidak menghalangi langkahku. Aku berjalan sendirian ke perpustakaan, padahal sebelumnya aku berniat untuk pergi ke kantin. Tapi, sepertinya aku membutuhkan ketenangan. "Gi?" "Abimanyu, kok ada di sini?" "Mau pinjem buku. Kamu juga?" "Enggak, mau duduk aja di sana." Abimanyu mengangguk, pandangan matanya mengikuti arah jari telunjukku. "Mau ak...

Di Balik Tawa dan Rasa: Kisah Dari Hanggia (2)

Ibuku berlari dan membuka pintu kamar ketika mendengar aku berteriak. Seketika aku memberhentikan aksi selebrasiku yang tentu saja mengundang berisik di dalam rumah. Aku mengerti tatapan mata ibu, seakan bertanya kenapa. Aku hanya menyengir dan menggelengkan kepala, lantas ibu pergi lagi sambil menutup pintu kamarku. "Gi, aku mau ikut audisi stand up comedy , mau dengerin dulu enggak?" "Dengerin apa?" "Lawakanku. Hitung-hitung latihan di depan kamu, sebelum tampil di depan juri." "Ya udah, panggung dipersilakan," ucapku sambil menutup buku catatan. "Lucu, lumayan." Abimana bertepuk tangan sambil tertawa. Kemudian dia menunjukku, seketika aku menunjuk diriku sendiri. "Apanya yang lucu Bim?"   tanyaku. "Barusan, ah udah, lupakan." "Jadi enggak nih?" Abimana menarik napas, mengembuskannya pelan. Bibirnya komat-kamit, bukan baca mantra, ia membaca doa. Dia menatapku dan tersenyum, kemudian mengepal...

Serupa Aku

Aku adalah serupa aku. Aku titahan sang bumi tuk menjalani lakon-lakon. Aku diberi pilihan, menjadi aku atau bukan aku. Tapi kutanya, memangnya AKU seperti apa? Sebab menjadi yang BUKAN AKU lebih mudah, kulakukan. Hingga aku lupa dengan aku yang sebenarnya. - Shofi MI